Upaya Pengendalian Faktor Risiko Penyakit DBD dan Malaria
di Wilayah Kerja Pelabuhan Sarmi : Capaian Semester I Tahun 2025
Nurul Husna, A.Md.KL
Pendahuluan
Pengendalian vektor dan binatang pembawa penyakit merupakan salah satu pilar utama dalam menjaga kesehatan masyarakat, terutama di area yang menjadi pintu masuk suatu negara seperti pelabuhan, bandar udara, dan pos lintas batas negara. Lokasi-lokasi tersebut sangat rentan menjadi jalur masuk dan keluar berbagai vektor penyakit, termasuk nyamuk Aedes yang menjadi vektor utama penularan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) dan nyamuk Anopheles yang menjadi vektor utama penularan penyakit malaria. Pelabuhan Sarmi sebagai salah satu pintu masuk melalui laut di kabupaten Sarmi yang berpotensi dalam penyebaran penyakit menular yang dapat berdampak pada kesehatan masyarakat setempat maupun penumpang yang datang dan pergi. Penyakit malaria masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat di Papua, sehingga upaya pengendalian penularannya mutlak diperlukan secara berkesinambungan.
Pengendalian vektor merupakan kegiatan atau tindakan yang ditujukan untuk menurunkan populasi vektor serendah mungkin, sehingga keberadaannya tidak lagi berisiko untuk terjadinya penularan penyakit di suatu wilayah. Cara pengendalian vektor antara lain usaha pencegahan (prevention), usaha penekanan (suppression), dan usaha pembasmian (eradication). Pengendalian vektor dalam garis besar dilakukan dengan empat cara yaitu pengendalian kimiawi, pengelolaan lingkungan, pengendalian hayati dan pemberantasan vektor cara genetik.
Salah satu pengendalian yang terbukti efektif adalah pengendalian kimiawi dengan metode larvasidasi, pengasapan (fogging) dan penyemprotan residual (residual spraying). Larvasidasi adalah tindakan pemeberantasan jentik nyamuk (larva) dengan cara menaburkan bubuk larvasida, seperti abate, pada tempat-tempat penampungan air (container) yang ditemukan jentik dan penampungan air yang sulit dikuras. Fogging adalah tindakan pengasapan dengan menggunakan insektisida untuk membunuh nyamuk dewasa dengan sasaran utama nyamuk Aedes. yang menjadi vektor penyakit DBD. Sedangan penyemprotan residual yaitu teknik penyemprotan insektisida pada permukaan dinding bagian dalam maupun luar bangunan yang sering dijadikan tempat istirahat (resting place) oleh nyamuk Anopheles. Penyemprotan residual dapat memberikan efek perlindungan jangka panjang karena residu insektisida yang menempel dapat membunuh nyamuk yang hinggap di permukaan tersebut selama beberapa minggu hingga bulan, tergantung jenis insektisida yang digunakan.
Berdasarkan hasil survei vektor pada semester I tahun 2025, ditemukan adanya larva nyamuk Aedes sp. pada area buffer dan nyamuk dewasa Aedes sp. pada area perimeter dan buffer di wilayah kerja Pelabuhan Sarmi. Penemuan ini menjadi indikator adanya potensi penularan penyakit DBD di wilayah tersebut. Area perimeter sendiri merupakan area pelabuhan Sarmi yang menjadi tempat kegiatan bongkar muat barang kapal yang berlabuh, jalur naik turun penumpang, dan fasilitas penunjang lain yang menjadi tempat bekerja petugas. Sedangkan area buffer merupakan zona di luar perimeter pelabuhan dengan radius sekitar 2 km yang mencakup permukiman penduduk. Meskipun dari hasil survei tidak ditemukan jentik dan nyamuk dewasa Anopheles sp. pada area perimeter dan buffer, tetapi potensi penyebaran penyakit malaria tetap ada dikarenakan keterbatasan waktu dan lokasi (area survei) yang dilakukan.
Sebagai bentuk antisipasi dan tindakan preventif, Balai Kekarantinaan Kesehatan Wilayah Kerja Pelabuhan Sarmi melakukan berbagai upaya pengendalian vektor, baik pada stadium larva maupun stadium dewasa nyamuk Aedes sp. dan nyamuk Anopheles sp.. Tindakan ini dilakukan untuk memutus rantai penularan penyakit DBD dan malaria serta melindungi masyarakat di sekitar wilayah kerja pelabuhan dari risiko kesehatan yang ditimbulkan. Pengendalian tersebut menjadi bagian integral dari strategi kekarantinaan kesehatan dalam rangka menjaga keamanan dan keselamatan masyarakat.
Tujuan
Mengendalikan kepadatan nyamuk Aedes dan Anopheles serta mencegah penularan dan penyebaran penyakit DBD dan malaria di wilayah kerja Pelabuhan Sarmi.
Metode
Kegiatan pengendalian vektor Aedes dilakukan dalam dua bentuk tindakan utama, yaitu:
1. Larvasidasi
Dilakukan dengan menaburkan larvasida pada container positif jentik dan tempat-tempat potensial perkembangan larva nyamuk Aedes sp.
2. Pengasapan (fogging)
Dilakukan dengan menggunakan metode hot fogging menggunakan mesin thermal fogger dan insektisida.
Kegiatan pengendalian vektor Anopheles dilakukan dengan metode residual spraying, yaitu teknik pengendalian vektor dengan cara menyemprotkan insektisida pada permukaan dinding.
Hasil dan Pembahasan
1. Pengendalian Larva Aedes sp.
Pengendalian larva nyamuk Aedes sp. merupakan langkah krusial dalam strategi pencegahan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD), karena fase larva adalah tahapan awal dalam siklus hidup nyamuk yang lebih mudah dikendalikan. Kegiatan larvasidasi dilakukan setiap bulan dari Januari s.d. Juni 2025 dengan menggunakan larvasida berbahan aktif Temephos dengan total penggunaan selama semester I sebanyak 3900 gram. Larvasida diaplikasikan pada container positif jentik, seperti tempat penampungan air, genangan air di barang bekas, pot bunga, dan tempat potensial lain yang berpotensi menjadi habitat larva nyamuk.
Temephos merupakan larvasida organofosfat yang telah lama digunakan dalam program pengendalian vektor karena efektivitasnya dalam membunuh larva tanpa menimbulkan resistensi jangka pendek jika digunakan sesuai dosis. Senyawa ini bekerja dengan cara merusak sistem saraf larva, sehingga menghambat perkembangannya menjadi pupa dan nyamuk dewasa.
Larvasidasi bertujuan untuk memutus siklus hidup nyamuk dengan mencegah tahap larva berkembang ke fase dewasa, sehingga menekan populasi nyamuk di kemudian hari. Mengingat Aedes aegypti berkembang biak pada tempat penampungan air bersih yang tersembunyi, kegiatan ini sangat penting untuk menurunkan risiko penularan dengue.
2. Pengendalian Nyamuk Aedes sp.
Selain pengendalian larva, intervensi penting lainnya adalah pengendalian terhadap nyamuk dewasa yang berperan langsung sebagai vektor penyebaran virus dengue. Pada bulan April dilakukan tindakan pengasapan (fogging) di area seluas ± 2 Ha menggunakan insektisida Zeta 15 L UL dengan bahan aktif Sipermetrin yang merupakan insektisida golongan piretroid sintetis yang dikenal ampuh dan bekerja cepat (knockdown effect) dalam membunuh serangga, termasuk nyamuk dewasa. Insektisida ini bekerja dengan menyerang sistem saraf nyamuk, menyebabkan kelumpuhan, dan akhirnya kematian.
Tindakan fogging ini bertujuan untuk menurunkan kepadatan populasi nyamuk dewasa dalam waktu singkat, terutama di area yang telah terdeteksi adanya jentik dan tempat berkembang biaknya. Pengasapan dilakukan saat jam aktif nyamuk Aedes (pagi hari) agar efektivitasnya maksimal.
3. Pengendalian Nyamuk Anopheles sp.
Kegiatan residual spraying di wilayah kerja Pelabuhan Sarmi telah dilaksanakan pada bulan Juni 2025, mulai pukul 14:30 WIT hingga selesai. Lokasi yang menjadi sasaran meliputi bagunan yang berada pada area perimeter dan buffer, dengan total luas permukaan sekitar 1.022,4 m2. Insektisida yang digunakan adalah Icon 25 EC Lambda Sihalotrin 25g/L, yang dilarutkan dengan dosis 360 ml insektisida dalam 36 liter air. Penyemprotan dilakukan menggunakan spraycan dengan peralatan pendukung seperti masker, handscoon, penutup kepala, wearpack, gelas ukur, dan ember.
Berdasarkan observasi lapangan, seluruh target bangunan berhasil disemprot sesuai rencana. Penyemprotan fokus pada permukaan dinding dalam dan luar yang sering menjadi tempat hinggap nyamuk. Dari hasil pengamatan, ditemukan bahwa daerah perimeter dan buffer memiliki potensi menjadi habitat nyamuk Anopheles karena terdapat selokan, genangan air, dan vegetasi rimbun di sekitar bangunan. Pelaksanaan residual spraying ini berkontribusi langsung pada penurunan kepadatan nyamuk dewasa di area rawan, yang dapat diukur melalui survei kepadatan nyamuk beberapa hari hingga minggu setelah penyemprotan. Efektivitas metode ini juga ditunjang oleh karakteristik insektisida Lambda Sihalotrin yang memiliki daya bunuh tinggi dan sifat residual yang baik.
Efektivitas residual spraying tidak berdiri sendiri. Tantangan di lapangan, seperti kebiasaan masyarakat yang membuang sampah sembarangan, drainase buruk, atau kolam-kolam tidak terawat, dapat menjadi sumber perkembangbiakan nyamuk baru yang berpotensi mengurangi dampak penyemprotan. Oleh karena itu, upaya pengendalian perlu diintegrasikan dengan edukasi masyarakat untuk menjaga kebersihan lingkungan dan pemberantasan sarang nyamuk (PSN). Kegiatan ini juga menunjukkan pentingnya dukungan lintas sektor, mulai dari pengelola bandara, otoritas karantina kesehatan, hingga komunitas setempat. Dengan pendekatan multi pihak, risiko penularan malaria di area pintu masuk negara dapat diminimalkan secara efektif dan berkelanjutan.
Kesimpulan
Upaya pengendalian faktor risiko penyakit DBD dan malaria di wilayah kerja Pelabuhan Sarmi pada semester I tahun 2025 telah dilaksanakan dengan metode larvasidasi (pengendalian jentik Aedes sp.) pada bulan Januari s.d. Juni, metode fogging (pengendalian nyamuk dewasa Aedes sp.) pada bulan April, dan metode residual spraying (pengendalian nyamuk dewasa Anopheles sp.) pada bulan Juni. Untuk mengendalikan nyamuk secara efektif perlu dilakukan pengendalian vektor secara berkala, penerapan metode pengendalian terpadu yang mencakup PSN, pemantauan jentik, edukasi, serta keterlibatan masyarakat dalam menjaga kebersihan lingkungan.
Referensi
Republik Indonesia. (2023). Undang-Undang No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Jakarta.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2023). Peraturan Menteri Kesehatan No. 2 Tahun 2023 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 66 Tahun 2024 tentang Kesehatan Lingkungan. Jakarta.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2023). Peraturan Menteri Kesehatan No. 10 Tahun 2023 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Bidang Kekarantinaan Kesehatan. Jakarta.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2022). Peraturan Menteri Kesehatan No. 22 Tahun 2022 tentang Penanggulangan Malaria. Jakarta.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2022). Petunjuk Teknis Pengendalian Vektor Demam Berdarah Dengue (DBD). Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit. Jakarta: Kemenkes RI.