Kewaspadaan Penyakit Polio di Pintu Masuk Negara PLBN Skouw

Oleh Administrator
Senin, 07 Juli 2025 23:39
Dibaca 63 kali

KEWASPADAAN PENYAKIT POLIO DI PINTU MASUK NEGARA PLBN SKOUW


PENDAHULUAN

Poliomyelitis (polio) merupakan penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh virus polio dan menyerang sistem saraf pusat, dalam kasus berat virus ini dapat menyebabkan kelumpuhan permanen bahkan kematian. Penyakit ini umumnya menyerang anak-anak dibawah usia 5 tahun. Virus polio masuk ke manusia melalui rongga mulut, hidung, serta air atau makanan yang telah terkontaminasi dengan feses dari orang yang terinfeksi. Virus akan berkembang biak di usus dan dikeluarkan oleh orang yang terinfeksi melalui feses, yang dapat menularkan virus ke orang lain. Virus akan memasuki aliran darah dan menyerang sistem saraf sehingga menyebabkan kelumpuhan pada manusia (sekitar 1 dari 200 infeksi) atau kematian (2-10% dari yang lumpuh).

Di Indonesia dari tahun 2022 hingga 2024 telah ada 15 kasus konfirmasi polio dengan varian virus : 1 kasus VDPV1, 7 kasus cVDPV2, dan 7 kasus cVDPV2n. Kasus ini terjadi di daerah Aceh, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Maluku utara, Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan. Rendahnya cakupan Imunisasi Polio dan sanitasi yang buruk masih menjadi faktor risiko utama munculnya kasus ini.

Risiko kasus polio impor juga menjadi ancaman global khususnya melalui pintu masuk Internasional. PLBN Skouw merupakan salah satu perbatasan Indonesia dengan Papua New Guinea menjadi titik rawan mengingat Papua New Guinea mengalami Kejadian Luar Biasa (KLB) Polio dalam beberapa tahun terakhir. Pada Juni 2018, dilaporkan adanya kasus polio dengan varian virus cVDPV1 di Provinsi Morobe, Papua New Guinea (PNG), sehingga diperlukan adanya peningkatan kewaspadaan dini terhadap masuknya virus polio ke Indonesia. Bulan Mei 2025, WHO kembali mengumumkan KLB polio di PNG, setelah Victorian Infectious Diseases Reference Laboratory (VIDRL) mengkonfirmasi hasil pemeriksaan dari 25 sampel tinja yang diperiksa bahwa 2 anak positif terkena virus polio dengan varian cVDPV2 di Kota Lae, Provinsi Morobe, PNG. Cakupan imunisasi polio yang masih rendah pada sebagian besar provinsi di PNG meningkatkan risiko penularan secara lokal selain itu Provinsi Morobe merupakan pusat perdagangan utama dengan pelabuhan laut sebagai pintu masuk negara, meningkatkan risiko terjadinya kasus impor masuk ke wilayah dengan kekebalan populasi yang rendah.

Terkait hal ini maka Kementerian Kesehatan Indonesia melalui Direktorat Jenderal Penanggulangan Penyakit (P2) mengeluarkan Surat Edaran No: HK.02.02/C/1448/2025 tentang Kewaspadaan Dini Terhadap Kejadian Luar Biasa Polio dari Kasus Virus Polio Vaksin nOPV2 (VDPV2-n) di Papua New Guinea yang bertujuan memberikan acuan dalam kewaspadaan dini terhadap polio serta meningkatkan dukungan dan kerjasama antara pemerintah daerah dan fasilitas pelayanan kesehatan dalam upaya pencegahan dan pengendalian risiko penularan polio secara terpadu dan komprehensif, kepada semua Dinas kesehatan, rumah sakit, serta semua Unit Pelaksana Teknis (UPT) Ditjen P2 khususnya BKK Kelas I Jayapura yang memiliki wilayah kerja yang berbatasan langsung dengan Papua New Guinea.

METODE KEWASPADAAN DAN PENCEGAHAN

PLBN Skouw yang merupakan salah satu wilayah kerja dari BKK Kelas I Jayapura menjadi jalur perlintasan internasional antara warga negara Indonesia dan PNG. Tingginya mobilitas pelintas batas dan keterbatasan cakupan imunisasi di wilayah perbatasan menjadi tantangan dalam pengendalian penularan kasus polio. Sesuai dengan Surat edaran dari Ditjen P2, maka BKK Jayapura melakukan upaya kewaspadaan dan kesiapsiagaan dalam mengantisipasi sirkulasi virus polio VDPV2-n antara lain :

1. Meningkatkan pengawasan alat angkut, orang, maupun barang khususnya yang berasal dari daerah terjangkit.

2. Berkoordinasi dengan stakeholder di pintu masuk negara terhadap pengawasan penyakit polio.

3. Memfasilitasi pengiriman spesimen yang memerlukan pengiriman port-to-port ke laboratorium rujukan nasional.

PEMBAHASAN

Mobilitas penduduk yang tinggi di PLBN Skouw, baik untuk keperluan perdagangan, sosial, maupun layanan kesehatan, menjadikan wilayah ini rentan terhadap penularan penyakit poliomyelitis (polio). Berdasarkan status endemisitas, PNG telah melaporkan kejadian polio tipe vaksin derivatif (cVDPV2) pada bulan Mei 2025. Hasil investigasi oleh Environmental Surveillance (ES) yang dilakukan tanggal 4 April 2025 di Provinsi Morobe PNG melaporkan adanya cVDPV2, kemudian dilakukan pengambilan sampel tinja dari 25 anak sehat pada tanggal 10 April 2025. Tanggal 08 Mei 2025 hasil pemeriksaan laboratorium mengkonfirmasi dari 25 anak 2 diantaranya positif terkena virus Polio Tipe 2 (cVDPV2). Kedua anak ini berasal dari 2 desa terpisah di Kota Lae, Provinsi Morobe dan tidak menunjukkan gejala. Deteksi VDPV dari dua wilayah berbeda dengan strain virus terkait secara genetik, menunjukkan telah terjadi penularan di masyarakat. Di PNG, cakupan vaksinasi masih rendah sehingga meningkatkan risiko penyebaran cVDPV2. Hingga tahun 2024 cakupan vaksinasi nasional Oral Polio Vaksin dosis 3 (OPV3) masih 44% dan di Provinsi Morobe masih berkisar 28-37%. Sedangkan cakupan vaksin polio inaktif dosis pertama (IPV1) berada di 52-54%.

Di Indonesia tahun 2024, cakupan vaksin Oral Polio Virus dosis 1-4 (OPV) berkisar 77-79% dan cakupan Inactivated Polio Vaksin dosis 1-2 (IPV) masih 70-75%. Di Provinsi Papua pada tahun yang sama cakupan vaksin OPV dosis 1-4 masih sekitar 43-57 % sedangkan cakupan IPV berkisar 32-44%. Hal ini menunjukkan cakupan vaksinasi polio di Papua masih rendah, imunitas kelompok belum terbentuk sehingga satu kasus polio impor dapat memicu terjadinya KLB.

PLBN Skouw sebagai pintu masuk negara dari PNG ke Kota Jayapura, memiliki peran dalam mencegah penyebaran penyakit ini ke wilayah Indonesia timur, termasuk Provinsi Papua. Kondisi sanitasi yang buruk, cakupan imunisasi dasar yang rendah di beberapa wilayah PNG, serta rendahnya kesadaran masyarakat terhadap pencegahan penyakit akan memperbesar kemungkinan terjadinya transmisi virus polio ke wilayah Indonesia. BKK Kelas I Jayapura sesuai Surat Edaran dari Ditjen Penanggulangan Penyakit Kemenkes RI mengimplementasikan kewasapadaan Polio di PLBN Skouw untuk mencegah masuknya virus polio dengan melakukan upaya :

1. Meningkatkan pengawasan alat angkut, orang, maupun barang yang datang dari PNG.

Upaya deteksi dini dan surveilans dilakukan pada pintu masuk dan kunjungan klinik, antara lain :

a) Pemeriksaan tubuh menggunakan thermal scanner dan skrining kesehatan terhadap pelintas, terutama anak-anak berusia < 5 tahun. Setiap pelintas yang datang dari PNG diperiksa suhu tubuhnya dan diobservasi gejala penyakit Polio seperti kelumpuhan. Hasil pengawasan dan pemeriksaan yang dilakukan selama 2 kali masa inkubasi penyakit dari 9.057 pelaku perjalanan 4.752 orang merupakan pelintas dari PNG dan 4.755 orang berangkat ke PNG. Dari 4.752 orang yang datang dari PNG, ada 244 orang (5%) anak berusia < 5 tahun. Namun semua anak ini tidak memiliki tanda/gejala AFP maupun polio.

b) Melakukan skrining/penapisan setiap kasus lumpuh layuh yang ditemukan.

Skrining/penapisan pada pelintas tidak hanya dilakukan pada pelintas yang memiliki tanda atau gejala Acute Flaccid Paralisys (AFP) tetapi juga pada pelintas yang berusia < 5 tahun yang berasal dari daerah Lae, Wewak, dan Aitape (tiga daerah ini dianggap berisiko karena memiliki akses langsung dari Provinsi Morobe ke Vanimo, PNG). Setiap pelintas yang menjadi target usia dan dari daerah tersebut akan diwawancara terkait status imunisasi dan riwayat perjalanan serta diberikan edukasi Polio.

c) Melaksanakan upaya komunikasi risiko terhadap pelaku perjalanan dan masyarakat.

Komunikasi risiko yang dilakukan berupa edukasi terkait polio dan manfaat imunisasi polio kepada pelintas yang dianggap memiliki risiko dari hasil skrining/penapisan yang dilakukan serta pada pasien yang berobat di Klinik. Komunikasi risiko juga dilakukan melalui pengeras suara di Gedung PLBN untuk diketahui oleh semua pelintas.

2. Koordinasi dengan stakeholder di pintu masuk negara terhadap pengawasan penyakit Polio.

Koordinasi dengan stakeholder dan advokasi terkait kewaspadaan Polio dari PNG dilakukan saat kegiatan rapat koordinasi lintas sektor yang dihadiri oleh semua stake holder terkait di PLBN Skouw. Pada pertemuan ini selain pembahasan penyusunan rencana kontijensi konsulat RI Vanimo yang membahas terkait perlindungan WNI di Vanimo dalam kondisi darurat termasuk kegawatdaruratan kesehatan masyarakat juga dipaparkan terkait Surat Edaran Kewaspadaan Polio di Papua New Guinea, serta sharing informasi serta data epidemiologi kasus Polio di Provinsi Morobe, PNG serta upaya-upaya yang akan dilakukan dalam implementasi Kewaspadaan Polio di pintu masuk.

3. Memfasilitasi pengiriman specimen yang memerlukan pengiriman port-to-port ke laboratorium rujukan nasional.

Hingga saat ini belum ada pengambilan dan pengiriman specimen, karena belum ditemukan suspek ataupun kasus Polio maupun AFP di PLBN Skouw. Namun telah dilakukan koordinasi internal di BKK Jayapura agar semua wilayah kerja yang menjadi pintu masuk wilayah siap dan proaktif memfasilitasi pengiriman port-to-port jika diperlukan.

Tantangan atau kendala dalam pelaksanaan kewaspadaan polio adalah terkait imunisasi IPV di tempat. Setiap pelaku perjalanan berusia < 5 tahun yang melakukan perjalanan dari/ke PNG harus telah mendapatkan imunisasi polio lengkap sesuai usia, bila belum maka diberikan 1 dosis imunisasi IPV. Pelaksanaan imunisasi IPV terhadap warga PNG yang masuk ke Indonesia menghadapi kendala logistic vaksin yang belum ada serta terkait aspek legal dan administratif. Hingga saat ini, belum ada Juknis terkait dan dasar hukum yang secara eksplisit mengatur pemberian imunisasi rutin kepada warga negara asing di perbatasan. Sehingga perlunya intervensi lebih terstruktur melalui kerja sama bilateral dan kerangka hukum yang jelas antar kedua negara.

KESIMPULAN

PLBN Skouw merupakan wilayah strategis dan rawan terkait kewaspadaan polio karena berbatasan langsung dengan Papua New Guinea (PNG) yang mengalami outbreak Polio, khususnya varian cVDPV2. Mobilitas penduduk yang tinggi, cakupan imunisasi polio yang masih rendah di sebagian besar wilayah PNG, serta kondisi sanitasi yang belum optimal meningkatkan risiko penularan virus polio ke wilayah Indonesia, khususnya melalui pelintas di PLBN Skouw. Upaya kewaspadaan terhadap penyakit Polio di PNG masih terus dilaksanakan oleh BKK Jayapura melalui pengawasan pelintas, pemeriksaan suhu dan gejala polio, edukasi kesehatan, koordinasi lintas sektor, serta kesiapsiagaan pengiriman spesimen secara port-to-port. Namun, tantangan/kendala yang masih dihadapi terkait belum adanya dasar hukum atau petunjuk teknis yang jelas untuk pelaksanaan imunisasi rutin kepada warga negara asing (WNA) yang masuk ke wilayah Indonesia melalui PLBN serta logistik vaksin.

REKOMENDASI

  1. Perlunya regulasi dan kebijakan serta petunjuk teknis yang mengatur pemberian imunisasi polio (khususnya IPV) bagi warga negara asing yang masuk ke Indonesia melalui pintu perbatasan.
  2. Peningkatan kapasitas SDM kesehatan terkait surveilans AFP dan tata laksana kasus dan rujukan.
  3. Peningkatan Sarana dan Prasarana pendukung seperti logistic IPV serta bahan dan alat pengambilan specimen.
  4. Komunikasi Risiko melalui berbagai media seperti banner dan leafletuntuk meningkatkan kesadaran pelaku perjalanan dan masyarakat lokal tentang gejala Polio dan pentingnya imunisasi.

REFERENSI

  1. WHO-Diseases Outbreak News. May 2025. “Circulating vaccine-derived poliovirus type 2 (cVDPV2)- Papua New Guinea”.
  2. Tim Surveilans PD3I dan KIPI Direktorat Imunisasi Kemenkes RI. 2025. “Update Situasi PD3I Regional Papua”.
  3. Tim Kerja Imunisasi Bayi dan Anak Direktorat Imunisasi Kemenkes RI. 2025. “Analisa Situasi Imunisasi Rutin”.
  4. Perkembangan Situasi Penyakit Infeksi Emerging M21 Tahun 2025
  5. WHO. 2022. “Standard Operating Procedures Responding To A PolioVirus Event Or Outbreak”